Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Sumatera Selatan

Senin, 28 Maret 2011

Mutiah Ayu Rasta


Terlahir di kota Palembang. Saat ini masih tercatat sebagai seorang siswa di SMA Negeri 2 Int. Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Sangat tertarik pada instrumen musik Aerofon, terutama Harmonica, Recorder, dan Saxophone. Menulis puisi sejak duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Aktif di berbagai forum sastra sekolah, olimpiade astronomi, pengembangan diri khususnya karate, dan pernah menjabat sebagai ketua School Theatre Club periode 2009-2010. Beberapa karyanya pernah dimuat di Berita Pagi, Musi Banyuasin Post, Majalah Sastra Horison, Jurnal Bogor, dan tergabung di antologi bersama Seratus Puisi Ibu Seindonesia, serta pernah menjuarai lomba Cipta dan Karya Puisi untuk tingkat Provinsi Sumatera Selatan. Mengasuh laman kumpulan puisinya di http://mutiahayurasta.blogspot.com.


BLACK SCARF UNTUK PECANDUKATA

Ialah
Bapak dari dalam keyakinan
Yang kita percayai
Sebagai kemasygulan dan kemakmuran doa
Yang bertebaran di sepanjang perjalanan
Yang tak begitu saja dengan mudah
Dipaksakan untuk bersetia
Bersedia
Berlama dan berulangkali
Bertahan dari reruntuh waktu
Yang jatuh
Dan mengerat erat peluk pada
Tangan yang membawa dan
Memikul rindu yang berkembang
Dan tanpa hilang percuma

--Sekayu '10


PLAK

dari mata
mengalir nama matahari dan bulan.
dari mata
malam beramai-ramai menikam
kerinduan pada cinta
ingatan pada dada
letupan pada kaki yang sengaja
menggeliat, mengusap-usap telapaknya
hingga perih luka menjadi lading
dan bedil
dan matapisau
yang abadi

--Sekayu, 10


DENGAN SINGKAT

nasihat itu ada pada tiap kata dan doa yang membentuk kau menjadi manusia yang mengaliri darah dan tubuhnya di antara sungai dan muara

di surga sana. dan jembatan adalah penghubung nikmat yang memasygulkan penciptaan dari seseorang yang menendang bola di lapangannya

dengan belah tengadah yang terus,
sampai hilang-tiada

--2010


YANG BERASAL DARI POTONGAN BUNYI
: padang

ada yang telah keluar dari
rumahnya,
bunyi yang lagi mengguncang.

pada setiap potongan-potongan
yang belum sempat ditafsirkan
laksa jejak yang retak terbentang

tidak berupa ombak yang
menderu
tembok-tembok di pantai,

pun bukan perahu-perahu cadik :
yang kian asin di dada laut panjang

pada setiap potongan
keluar bunyi yang lagi
mengguncang, meretakkan.

30 September 2009


TANAH SUBUH

Burung telah datang membawa banyak benih biji dan sari yang terkandung dalam rahim tanah (tempat menggeraikan tubuh mereka saat gelombang hujan badai gulungan gerimis yang landai)

siang menepi membawa burung terbang

burung itu beramsalkan pohon yang banyak daun juga buah rambutan : yang asalnya dari benih biji yang banyak rambutnya
sama seperti bulu burung yang kadang rontok
menyentuh segala ujung pangkal yang
membikin banyak
tanaman
yang mengalir dalam rahim tanah di mana
pinggulnya :
subur
lebih dari segenap gerimis sebelum hujan mengalir
banih
baru bagi
banyak tanaman....

--Palembang, 2009


Sumber :
ISYARAT JANTUNG DAN MATA
(sekumpulan puisi)




Kamis, 10 Maret 2011

Amin Mulyanto




Lahir di Tuban,12 Mei 1972. Selain gemar menulis (untuk koleksi sendiri), juga mengabdikan diri di Balai Bahasa Palembang, Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional sebagai tenaga teknis (peneliti). Ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan bahasa dan sastra daerah (sastra lisan), khususnya di wilayah Sumatera Selatan baik kelompok maupun perorangan. Lomba penulisan puisi prosaik ini sebagai ajang pengembangan diri untuk menyalurkan kreatifitas dan bakat menulis, sekaligus untuk menambah dan mengembangkan wawasan dalam dunia sastra, serta menilik lebih jauh perkembangan sastra Indonesia.


Bualan Bulan


kubiaskan wajahku dari keangkuhan duniamu
yang selalu terlihat ”glamour” itu katamu
di saat kupejamkan mata kau tersentak
hentak oleh ke-glamouran-mu yang tak berdaya

sunyi senjamu terasa nista
namun, kupertaruhkan wajah demi ketentraman
atas jiwaku yang meronta
namun, kau tak mau mengakuinya…

wajahku menawan, lembut bagai biduk merindukan…
kau pasrah dalam buaian malamku yang penuh gairah…
sayu-sayu kusinari dayumu yang layu…
hingga kau terkapar dalam pelukku…

akankah malam merangkulmu tanpa biasku, wahai sang gairah…
karena kusut tlah membawamu membelai kilauan wajahku yang bisu.

Palembang, 26 April 2010


Lantunan Semesta

tersirat rasa sejuk
menyelimuti sekujur tubuh dalam laku munajat
mengakrabi serangkaian peristiwa-peristiwa membisik
nuansa alam yang lantunkan lirik merdunya

hati berbisik menyetubuhi keterbukaan
akan peristiwa yang digejolakkan alam
melalui serentetan perubahan akrab setiap prilaku
yang memperlakukannya ke sisi-sisi kehidupan

semesta kembali menyapa
teriring lantunan kisah memperkenalkan
kejadian atas peristiwa yang berlalu
tuk kembali nyanyikan lagu pemahaman

tentang semesta beserta isinya
tentang semesta beserta peristiwanya
tentang semesta beserta lehidupan yang ada
tentang semesta dan sang pencipta

untuk menterjemahkan munajat lantunan semesta yang dirasakannya....
untuk kembali berserah atas lantunan semesta yang diciptakanNya.....
hingga diri merasa sejuk mengakrabi
lantunan semesta yang mengantarkan diri mengingat kebesarnNya...

Palembang, 28 sept 2009


Sujud

kuberada jauh…menepis sejengkal rindu
memaknai ribuan kelakar tak berujung
tuk dihempaskan pada kelir dunia
yang selalu memberikan nuansa kisah

pahami akan perjalanan waktu
antara pikir dan jiwa yang menyatukan
perdebatan olah menuju yang haq
atas bersit rintihan ruhani

kujejaki setiap jelang rindu
menguak ribuan nafas tersendat
tuk dihembuskan pada keikhlasan batin
yang selalu memberikan nuansa ceria

lingkupi sejuta perjumpaan
antara sadar dan ketidaksadaran
pergulatan rasa menuju yang hakiki
atas keluh tangisan jiwa

Palembang, 24 November 2009


Fatamorgana

sekejap dalam riuh gemuruh angin
melambai tangan menyambut tepukan
hingga suara serentak memanggil
suasana hening yang mulai merasuk

sekejap membludak detak kekaguman
atas tirai yang mulai lusuh
terselimuti debu yang terbawa angin
pada keakuannya yang mulai hilang

hening dan hilang mulai memadu satu
menggerayang sekejap pekat kejiwaan
yang mulai goyah atas riuhnya
namun tak kuasa menahan akan kekuatan yang semakin menggetarkan

jiwapun mulai kabur dari kenyataan sebenarnya…
lalu akankah hidup terus membuka diri dalam kehampaan yang nyata…

Palembang, 12 Februari 2010


Mendulang Pasrah atas Kisah

putih menjelma bayangan hitam
mendekam kelam dalam jenuh kepiawaian
kulihat kisah baru terlintas pasrah
mendekap bui rangkaikan sekatan

legammu warnai perbenturan
antara benar dan bujuk peranan
lemahmu warnai pertahanan
antara kekuatan dan unjuk kepasrahan

kau campakkan segala kegalauan
bersama duka, perlihatkan suka
kau utarakan segala kebohongan
bersama letih, meskipun merintih

kini kau yakin
esok kan terus berbagi
mengungkap sekilas pandang kepiawaian
kegalauan yang berujung kisah membekas pasrah…

Palembang, 8 Mei 2010