Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Sumatera Selatan

Minggu, 14 Oktober 2007

Ikhtiar Hidayati


Ikhtiar Hidayati

(Palembang)

Lahir di Palembang, 19 September 1986. Mahasiswa FKIP Universitas Sriwijaya Jurusan Pendidikan MIPA : Program Studi Pendidikan Kimia (2004-sekarang Semester III) Penyair Muda ini mempunyai se gudang prestasi dalam lomba baca puisi dan lomba menulis cerpen, antara lain : Juara I Lomba Baca Puisi Peringatan Hari Besar Islam Tahun 1999 se-Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang, Juara I Lomba Baca Puisi Peringatan Hardiknas 1999 Tingkat SLTP se-Sumatera Selatan, Pemenang III Lomba Baca Puisi dalam Rangka Festival Sriwijaya XIV tahun 2005, Peringkat I Lomba Menulis Cerpen se-Sumbagsel tahun 2003, Peringkat I Lomba Menulis Cerpen dalam rangka Pekan Raya Mahasiswa III Universitas Sriwijaya tahun 2005 dan lain-lain. Pernah diundang oleh Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta dan tampil membacakan puisi di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, bulan September 2005. Kumpulan Puisi bersama tujuh penyair Sumsel, 17 puisinya dimuat dalam Antologi Puisi Semangkuk Embun (DKJ,2004). Salah satu puisinya :



Kutunggu Maharmu

Sudahkah kausiapkan mahar untukku ?
Tujuh perangkat alat sholat, sayang
Sedikitnya tujuh.
Lengkap dengan Al-Quran,
kitab-kitab Hadis Shohih dan Hadis Qudsi,
serta kitab-kitab fiqih

Satu untukku : satu akan kuhadiahkan kembali bagimu.
Sebab tujuh adalah sebab kumau sedikitnya lima anak
menyandang namamu di belakang namanya.
Kuingin, Sayangku,
satu anak berketuhanan yang mahaesa ;
(yang benar-benar berketuhanan, Sayang,
bukan yang meledakkan bom sambil pura-pura menyebut-nyebut
nama Tuhan)
satu anak berkemanusiaan yang adil dan beradab ;
(yang kalau dia sudah baligh, dia akan jadi manusia semanusia-manusianya
serta beradab sebagai manusia seberadab-beradabnya)
satu anak berpersatuan Indonesia ;
(yang merindukan manis-lezatnya ukhuwah)
satu anak berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan ;
(bukan maksudku ingin punya anak yang jadi anggota dewan
perwakilan rakyat, Sayang,
bukan ; beban-dunia akhiratnya akan terlalu berat untuk
dipertanggungjawabkannya,
padahal di padang mahsyar tidak mustahil
kita berdua —kali jadi kau pinang aku—
akan terpaksa ikut mempertanggungjawabkan, kan ?
dan satu anak berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(yang kalau dia jadi menteri social.
dia akan mengusahakan kesejahteraan hidup di tiap lapisan sosial
akan terasa benar adilnya
tanpa harus jadi komunis atau apa pun yang membuat alergi penguasa)
Sudahkah kau siapkan mahar itu ?
Kalau bisa lebih dari tujuh, Sayang.
Aku juga mau anak yang bertumpah darah yang satu, tumpah
darah Indonesia ;
sekaligus berbangsa satu, bangsa Indonesia ;
sekaligus menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Jangan dakwa aku mengada-ada atau mengimpi-ngimpi, Sayang.
Siapkan saja mahar itu.
Soal anak-anak itu,
biar Tuhan yang menyiapkan,
biar Tuhan yang mengurus,

(Malam Takbiran 1426 Hijriah)

Prakoso Bhairawa Putra S.


Prakoso Bhairawa Putra S

(Palembang)

Nama penanya Koko P.Bhairawa Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Studi jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP-Universitas Sriwijaya (Palembang) Ia pernah menjadi wartawan pelajar “AkSes” Bangka Pos Group, aktif pada Lembaga Pers Mahasiswa ’Gelora Sriwijaya’ dan bertindak sebagai Pimpinan Redaksi pada Tabloid Mahasiswa “Indralaya Post” Universitas Sriwijaya dan pernah tergabung dalam Komunitas Pekerja Sastra Pulau Bangka (KPSPB) serta menjadi Koordinator Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Bangka-Belitung. Karyanya pernah menjadi juara: Bercerita Sekawanan Camar –Pemenang 1 Cipta Puisi tingkat Nasional 2001-2002, Bercerita Sekawanan Camar; episode 2—Pemenang 2 Cipta Puisi Online II se-Sumatera 2004, Cut Kuntum Juempa Mulai Mekar—Pemenang Harapan Cipta Puisi Online V se-Sumatera 2005, dan Cerpennya “Nek Tie” Pemenang Harapan Lomba Cerpen se-Sumatera 2005. Karyanya dimuat pada Suara Karya, Annida, Bangka Pos, Sriwijaya Post, Sumatera Ekspres, Transparan, Berita Pagi, Tabloid Anak Hoplaa serta tersebar diinternet. Megat Merai Kandis (Grasindo, 2005) merupakan buku komersilnya pertama yang disusun bersama sang Bapak. Bahkan cerpennya “Coklat di Negri Pasir” terpilih sebagai salah satu karya terbaik Lomba Cipta Cerpen Festival Kreativitas Pemuda 2005 yang diadakan Deputi Pemberdayaan Pemuda, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan Creative Writing Institute – dan terkumpul dalam antalogi pemenang La Runduma (Menpora-CWI, 2005). Ia bekerja di Telkomsel Personal Referensentativ (TPR) untuk GraPari Palembang. Salah satu puisinya :



Bercerita Sekawanan Camar
;episode Tiga

pagi baru saja bermula bersama kepak sayap sekawanan camar
mengiring nyanyian anak pesisir yang malu
bercengkerama dengan ombak
dan menarikan saman diantara riak gelombang
yang selalu menjilati telapak mungil mereka

di timur sinar matahari masih satu-dua mencumbui bibir pantai barat Aceh
kepak camarpun terlalu berat buat mengangkasa
tapi interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia
telah memaksa bocah pantai berlari
mengemasi ikan-ikan yang tak bisa berenang
lantaran air laut tiba-tiba lenyap
“ aku tak bisa mencegah mereka”
seekor camar tersudut hampa memandang
perkampungan nelayan yang kini rata
sekawanan camar coba menerbangkan diri lebih tinggi
butir partikel derita anak tanah rencong
memulai hingga ke langit dan mengirim nyeri keseluruh tubuh
di Meulaboh sekelompok camar kecil berputar
ada ribuan malaikat pengangkut roh di sana
berjaga diantara ratap, tangis dan puing tsunami
siap membuat jiwa putih naik ke surga
camar mulai tak sanggup bercerita
“ dua generasi hilang”
camar besar terbata
cinta para peri ada di mana
pada laut Aceh dengan kapal induk asing
atau pada tanah perjuangan Cut Nyak Dien
dengan dipadati kamp hijau pengungsian
dan ditiap jengkal bumi serambi
telah sesak oleh kuburan massal
sedang rumah pesisir tak bisa diandalkan
“ camar besar, matahari telah mengirim cahaya
pembasuh tiap rona anak-anak Aceh
daratan telah diluluhlantakkan tapi di hati
mereka tertancap asa keceriaan muda
camar, mari terbang ada yang harus dibangun di sana!”

Purhendi


Purhendi

(Palembang)

Lahir di Banjaran (Jateng), 11 Maret 1968. Menyelesaikan S I Bahasa Indonesia FKIP Unri. Mengajar di SMA Pusri Palembang. Tulisannya tersebar di beberapa media massa antara lain Horison, Femina, Album Cerpen, Romansa, Annida, MOP, Lampung Post, Singgalang, Sriwijaya Post, dan lain-lain.Anggota redaksi Tabloid Informasi Poltabes Palembang, Visi Gelora Mahasiswa dan majalah Narasi. Kumpulan sajaknya antara lain : Sajak Cinta (1996), Sketsa Musi (1996), Antologi Penyair se-Sumatera (1997), Sajak Duka (1999), Menghitung Duka (2000), Tiga Wajah Musi (2002), Fajar Kedua Puluh Tiga (1991), Semangkuk Embun (2005), Kumpulan cerpennya antara lain : Lelaki Tua dan Biola (1993), Pertemuan Malam (1995), Gagak Hitam (1995), Parang (1995), Eksekusi (1995), Perempuan Zaman (2005). Kumpulan esei bersama antara lain : Tegak Lurus dengan Langit: Potret Keterasingan Manusia Modern (25 Naskah Terbaik LMKS 2002, 2003), dan lain-lain. Salah satu puisinya :


Rumah Musi


Adalah aku yang kan menjaga
rumah dengan bilah bilah lapuk papan
dan racuk racuk gelam penyangga
begitu sepuh.
waktu telah mengulitinya
bersama bulan dan matahari
dan arus musi setia menggelayut
berkecipak setiap saat.

(angin masih saja gelisah
menanti senja yang resah)
Adalah aku yang kan menjaga
rumah yang begitu senyap di atas riak
begitu lelah
begitu pasrah
ditanggalkan keabadian sejarah.
sebilah lading
sebilah lading
masih saja memicingkan matanya !)

Palembang, 26 Juli 2005